CYBERLAW
Pesatnya perkembangan di bidang teknologi informasi saat ini merupakan
dampak dari semakin kompleksnya kebutuhan manusia akan informasi . Dekatnya
hubungan antara informasi dan teknologi jaringan komunikasi telah menghasilkan
dunia maya yang amat luas yang biasa disebut dengan teknologi cyberspace. Teknologi ini berisikan kumpulan informasi
yang dapat diakses oleh semua orang dalam bentuk jaringan-jaringan komputer
yang disebut jaringan internet. Meskipun infrastruktur di bidang teknologi
informasi di Indonesia tidak sebanyak negara-negara lain, namun bukan berarti
Indonesia lepas dari ketergantungan terhadap teknologi informasi. Menurut
pengamatan penulis setidaknya ada beberapa aspek kehidupan masyarakat di
Indonesia yang saat ini dipengaruhi oleh peran teknologi informasi seperti;
pelayanan informasi, transaksi perdagangan dan bisnis, serta pelayanan jasa
oleh pemerintah dan swasta.
Perkembangan teknologi informasi
termasuk internet di dalamnya juga memberikan tantangan tersendiri bagi
perkembangan hukum di Indonesia. Hukum di Indonesia di tuntut untuk dapat
menyesuaikan dengan perubahan sosial yang terjadi. Soerjono Soekanto
mengemukakan bahwa perubahan-perubahan sosial dan perubahan hukum atau
sebaliknya tidak selalu berlangsung bersama-sama. Artinya pada keadaan tertentu
perkembangan hukum mungkin tertinggal oleh perkembangan unsur-unsur lainnya dari
masyarakat serta kebudayaannya atau mungkin hal yang sebaliknya.
Cyberlaw mungkin dapat
diklasifikasikan sebagai rejim hukum tersendiri, karena memiliki multi aspek;
seperti aspek pidana, perdata, internasional, administrasi, dan aspek Hak Kekayaan
Intelektual
Ruang lingkup yang cukup luas ini membuat cyber law bersifat kompleks, khususnya dengan berkembangnya teknologi. Dengan kemajuan teknologi masyarakat dapat memberi kemudahan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan dunia. Seiring dengan kemajuan inipun menimbulkan berbagai permasalahan, lahirnya kejahatan-kejahatan tipe baru, khususnya yang mengugunakan media internet, yang dikenal dengan nama cyber crime, sperti contoh di atas. Cyber crime ini telah masuk dalam daftar jenis kejahatan yang sifatnya internasional berdasarkan United Nation Convention Againts Transnational.
Ruang lingkup yang cukup luas ini membuat cyber law bersifat kompleks, khususnya dengan berkembangnya teknologi. Dengan kemajuan teknologi masyarakat dapat memberi kemudahan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan dunia. Seiring dengan kemajuan inipun menimbulkan berbagai permasalahan, lahirnya kejahatan-kejahatan tipe baru, khususnya yang mengugunakan media internet, yang dikenal dengan nama cyber crime, sperti contoh di atas. Cyber crime ini telah masuk dalam daftar jenis kejahatan yang sifatnya internasional berdasarkan United Nation Convention Againts Transnational.
Organized
Crime (Palermo convention) Nopember 2000 dan berdasarkan Deklarasi ASEAN
tanggal 20 Desember 1997 di Manila. Jenis-jenis kejahatan yang termasuk dalam cyber crime diantaranya adalah :
1. Cyber-terrorism : National Police Agency of Japan (NPA) mendefinisikan cyber terrorism sebagai electronic attacks through computer networks against critical infrastructure that have potential critical effect on social and economic activities of the nation.
2. Cyber-pornography : penyebaran obscene materials termasuk pornografi, indecent exposure, dan child pornography.
3. Cyber Harrasment : pelecehan seksual melalui email, website atau chat programs.
4. Cyber-stalking : crimes of stalking melalui penggunaan computer dan internet.
5. Hacking : penggunaan programming abilities dengan maksud yang bertentangan dengan hukum.
6. Carding (credit card fund), carding muncul ketika orang yang bukan pemilik kartu kredit menggunakan kartu credit tersebut secara melawan hukum.
Dari kejahatan-kejahatan akan memberi implikasi terhadap tatanan social masyarakat yang cukup signifikan khususnya di bidang ekonomi. Mengingat bergulirnya juga era e-commerce, yang sekarang telah banyak terjadi.
Ada beberapa ruang lingkup cyberlaw yang
memerlukan perhatian serius di Indonesia saat ini yakni;
1. Kriminalisasi Cyber Crime atau kejahatan di dunia maya. Dampak negatif dari kejahatan di dunia
maya ini telah banyak terjadi di Indonesia. Namun karena perangkat aturan yang
ada saat ini masih belum cukup kuat menjerat pelaku dengan sanksi tegas,
kejahatan ini semakin berkembang seiring perkembangan teknologi informasi.
Kejahatan sebenarnya tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, tidak ada
kejahatan tanpa masyarakat. Benar yang diucapankan Lacassagne bahwa masyarakat
mempunyai penjahat sesuai dengan jasanya . Betapapun kita mengetahui banyak
tentang berbagai faktor kejahatan yang ada dalam masyarakat, namun yang pasti
adalah bahwa kejahatan merupakan salah satu bentuk prilaku manusia yang terus
mengalami perkembangan sejajar dengan perkembangan masyarakat itu sendiri.
2. Aspek Pembuktian. Saat ini sistem pembuktian hukum di Indonesia (khusunya dalam pasal 184
KUHAP) belum mengenal istilah bukti elektronik/digital (digital evidence)
sebagai bukti yang sah menurut undang-undang. Masih banyak perdebatan khususnya antara akademisi
dan praktisi mengenai hal ini. Untuk aspek perdata, pada dasarnya hakim dapat
bahkan dituntun untuk melakukan rechtsvinding (penemuan hukum). Tapi
untuk aspek pidana tidak demikian. Asas legalitas menetapkan bahwa tidak ada
suatu perbuatan dapat dipidana jika tidak ada aturan hukum yang mengaturnya (nullum
delictum nulla poena sine previe lege poenali) . Untuk itulah dibutuhkan
adanya dalil yang cukup kuat sehingga perdebatan akademisi dan praktisi
mengenai hal ini tidak perlu terjadi lagi.
3. Aspek Hak Atas Kekayaan Intelektual di cyberspace, termasuk didalamnya hak Cipta dan Hak
Milik Industrial yang mencakup paten, merek, desain industri, rahasia dagang,
sirkuit terpadu, dan lain-lain.
4. Standardisasi di bidang telematika. Penetapan standardisasi bidang telematika akan
membantu masyarakat untuk mendapatkan keamanan dan kenyamanan dalam menggunakan
teknologi informasi.
5. Aturan-aturan di bidang E-Bussiness termasuk didalamnya perlindungan konsumen dan
pelaku bisnis.
6. Aturan-aturan di bidang E-Government. Apabila E-Government di Indonesia telah
terintegrasi dengan baik, maka efeknya adalah pelayanan kepada masyarakat
menjadi lebih baik.
7. Aturan tentang jaminan keamanan dan kerahasiaan Informasi dalam menggunakan teknologi informasi.
8. Yurisdiksi hukum, cyberlaw tidak akan berhasil jika aspek ini diabaikan. Karena pemetaan yang
mengatur cybespace menyangkut juga hubungan antar kawasan, antar wilayah, dan
antar negara. Sehingga penetapan yurisdiksi yang jelas mutlak diperlukan.
Upaya yang dilakukan pemerintah dalam
rangka memberikan payung hukum ruang cyber dengan mengesahkan Undang-undang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU no 11 th 2008 tentang ITE) pada tgl 21 April 2008. Undang-undang
Informasi dan Transaksi Elektronik memuat beberapa hal yakni;masalah
yurisdiksi, perlindungan hak pribadi, azas perdagangan secara e-comerce, azas
persaingan usaha usaha tidak sehat dan perlindungan konsumen, azas-azas hak
atas kekayaan intelektual (HaKI) dan hukum Internasional serta azas Cyber Crime
.
Di tingkat Internasional Perserikatan
Bangsa-Bangsa melalui komisi khususnya, The United Nations Commissions on
International Trade Law (UNCITRAL), telah mengeluarkan 2 guidelines yang
terkait dengan transaksi elektronik, yaitu UNCITRAL Model Law on Electronic
Commerce with Guide to Enactment 1996 dan UNCITRAL Model Law on Electronic Signature
with Guide to Enactment 2001. Sedangkan di Uni Eropa, dalam upaya
mengantisipasi masalah-masalah pidana di cyberspace, Uni Eropa mengadakan
Convention on Cybercrime yang didalamnya membahas jenis-jenis kejahatan apa
saja yang dikategorikan sebagai cyber crime. Di bdiang perdagangan elektronik,
Uni Eropa mengeluarkan The General EU Electronic Commerce Directive, Electronic
Signature Directive, dan Brussels Convention on Online Transactions.
Aturan-aturan serupa juga dikeluarkan lembaga-lembaga internasional seperti
WTO, ASEAN, APEC dan OECD .
Untuk negara-negara berkembang,
Indonesia bisa bercermin dengan negara-negara seperti India, Banglades,
Srilanka Malaysia, dan Singapura yang telah memiliki perangkat hukum di bidang
cyberlaw atau terhadap Armenia yang pada akhir tahun 2006 lalu telah
meratifikasi Convention on Cybercrime and the Additional Protocol to the
Convention on Cybercrime concerning the criminalisation of acts of a racist and
xenophobic nature committed through computer system.
Indonesia masih tertinggal jauh jika
dibandingkan dengan Negara-negara Asia lainnya apalagi jika dibandingkan dengan
negara-negara Uni Eropa yang telah memiliki perangkat hukum lengkap di bidang
cyberlaw.
Untuk membangun pijakan hukum yang kuat
dalam mengatur masalah-masalah hukum di ruang cyber (internet) diperlukan
komitmen kuat pemerintah dan DPR. Namun yang lebih penting lagi selain komitmen
adalah bahwa aturan yang dibuat tersebut yaitu UU ITE merupakan produk hukum
yang adaptable terhadap berbagai perubahan khususnya di bidang teknologi
informasi. Kunci dari keberhasilan pengaturan cyberlaw adalah riset yang
komprehensif yang mampu melihat masalah cyberspace dari aspek konvergensi hukum
dan teknologi. Kongkretnya pemerintah dapat membuat laboratorium dan pusat
studi cyberlaw di perguruan-perguruan tinggi dan instansi-instansi pemerintah
yang dianggap capable di bidang tersebut. Laboratorium dan pusat studi cyberlaw
kemudian bekerjasama dengan Badan Litbang Instansi atau Perguruan Tinggi membuat
riset komprehensif tentang cyberlaw dan teknologi informasi. Riset ini tentu
saja harus mengkombinasikan para ahli hukum dan ahli teknologi informasi. Hasil
dari riset inilah yang kemudian dijadikan masukan dalam menyusun produk-produk
cyberlaw yang berkualitas selain tentunya masukan dari pihak-pihak lain seperti
swasta, masyarakat, dan komunitas cyber.
Selain hal tersebut hal paling penting
lainnya adalah peningkatan kemampuan SDM aparatur hukum di bidang Teknologi
Informasi mulai dari polisi, jaksa, hakim bahkan advokat khususnya yang
menangani masalah-masalah ini. Penegakan hukum di bidang cyberlaw mustahil bisa
terlaksana dengan baik tanpa didukung SDM aparatur yang berkualitas dan ahli di
bidangnya.
CYBERCRIME DAN CYBERLAW
Cybercrime dapat diartikan
sebagai kegiatan illegal dengan perantara computer atau peralatan lainnya
teknology yang mendukung sarana teknology seperti handphone,smartphone dan
lainnya yang dapat dilakukan melalui jaringan elektronik global, atau suatu
upaya memasuki/ menggunakan fasilitas computer/ jaringan computer tanpa ijin
dan melawan hukum atau tanpa menyebabkan perubahan atau kerusakan pada
fasilitas komputer yang dimasuki atau digunakan tersebut atau kejahatan yang
dengan menggunakan sarana media elektronik internet (merupakan kejahatan dunia
alam maya) atau kejahatan dibidang komputer, dan terdapat difinisi yang lain
yaitu sebagai kejahatan komputer yang ditujukan kepada sistem atau jaringan
komputer, yang mencakup segala bentuk baru kejahatan yang menggunakan bantuan
sarana media elektronik internet.
Dengan demikian Cyber Crime
merupakan suatu tindak kejahatan didunia alam maya, yang dianggap betentangan
atau melawan undang-undang yang berlaku.
Perbedaannya dengan kejahatan konvensional dapat dilihat dari dari
kemampuan serbaguna yang ditampilkan akibat perkembangan informasi dan
technology komunikasi yang semaken canggih .
Contoh : komunikasi
melalui internet membuat pelaku kejahatan lebih mudah beraksi melewati batas
Negara untuk melakukan kejahatannya tersebut. Internet juga membuat kejahatan
semaken terorganisir dengan kecanggihan technology guna mendukung dan
mengembangkan jaringan untuk perdagangan obat, pencucian uang, perdagangan
senjata illegal , penyelundupan , dll.
Konggres PBB ke 10 mengenai pencegahan
kejahatan dan penanganan pelaku tindak pidana, yang membahas isu mengenai
kejahatan yang berhubungan dengan jaringan computer, membagi cybercrime menjadi
2 kategori :
1. Cybercrime dalam arti sempit ( computer crime ):
setiap perilaku ilegal yang ditujukan dengan sengaja pada operasi elektronik
yang menargetkan system keamanan computer dan data yang diproses oleh system
computer tersebut , atau singkatnya tindak pidana yang dilakukan dengan
menggunakan technology yang canggih .
2.
Cybercrime dalam arti luas ( computer
related crime atau kejahatan yang berkaitan dengan computer ) :
setiap perilaku illegal yang dilakukan dengan maksud atau berhubungan dengan
system computer atau jaringan , atau singkatnya tindak pidana apa saja yang
dilakukan dengan memakai computer ( hardware dan software ) sebagai sarana atau
alat, computer sebagai objek baik untuk memperoleh keuntungan atau tidak,
dengan merugikan pihak lain.
KARAKTERISTIK CYBERCRIME
1.
Karena kecanggihan cyberspace , kejahatan dapat dilakukan
dengan cepat bahkan dalam hitungan detik .
2.
Karena cyberspace tidak terlihat secara fisik, maka
interaksi baik individu maupun kelompok terjadi, sehingga pemikiran yang
dianggap illegal diluar dunia cyber dapat disebarkan ke masyarakat melalui
dunia cyber.
3.
Karena dunia cyber yang universal, memberikan kebebasan
bagi seseorang mempublikasikan idenya termasuk yang illegal seperti muncul
bentuk kejahatan baru, seperti cyberterrorism.
4. Karena cyberspace tidak dalam bentuk
fisik, maka konsep hokum yang digunakan menjadi kabur. Misalnya konsep batas
wilayah Negara dalam system penegakan hokum suatu Negara menjadi berkurang
karena keberadaan dunia cyber dimana setiap orang dapat berinteraksi dari
berbagai tempat di dunia.
5. Karena dilakukan di dunia maya atau non
fisik, maka tidak meninggalkan jejak berupa catatan atau dokumen fisik dalam
bentuk kertas ( paperless ), akan tetapi semua jejak hanya tersimpan dalam
komputer dan jaringannya tersebut dalam bentuk data atau informasi digital (
log files )
Keberadaan dunia cyber
sekarang menjadi urusan dunia internasional dan bukan hanya menjadi urusan
domestic suatu Negara lagi, karena pengaruh yang ditimbulkan dapat menimpa
siapa saja , kapan saja dan dimana saja . Misal penyebaran virus “ I Love You “ pada tahun 2000 yang meluas ke
45 juta system jaringan di dunia dan membuat kerugian sekitar 10 milyard dollar
US ( Schmidt, 2006: 123-124 ). Hal tersebut menandakan bahwa cybercrime
bersifat global dalam artian akibat yang ditimbulkan tidak terbatas dalam satu
wilayah suatu Negara saja.
Dengan menggunakan technology
computer dan komunikasi , dalam hal ini jaringan komputer melalui media
internet , cybercrime dapat dilakukan dari berbagai tempat yang terpisah dengan
korbannya . Bahkan korban dan pelaku cybercrime dapat berasal dari negara yang
berbeda . Sehinnga cybercrime seringkali bersifat borderless ( tanpa batas
wilayah ) bahkan transnasional ( lintas batas Negara ). Disamping itu
cybercrime tidak meninggalkan jejak berupa catatan atau dokumen fisik dalam
bentuk kertas ( paperless ), akan tetapi semua jejak hanya tersimpan dalam
komputer dan jaringannya tersebut dalam bentuk data atau informasi digital (
log files ) . Karekteristik karateristik inilah yang membedakan cybercrime
dengan jenis kejahatan lainnya yang bersifat konvensional .
PERBEDAAN ANTARA CYBERCRIME
DENGAN KEJAHATAN KONVENSIONAL
Cybercrime
1.
Terdapat penggunaan technology informasi
2.
Alat bukti digital
3. Pelaksanaan kejahatan : non fisik (
cyberspace )
4. Proses penyidikan melibatkan laboratorium
forensic komputer
5.
Sebagian proses penyidikan dilakukan : virtual
undercover
6. Penanganan komputer sebagai TKP ( crime
scene )
7.
Dalam proses persidangan, keterangan ahli menggunakan
ahli TI .
Kejahatan konvensional
1.
Tidak ada penggunaan TI secara langsung
2. Alat bukti : bukti fisik ( terbatas menurut
pasal 184 KUHAP )
3. Pelaku dan korban biasanya berada dalam
satu tempat
4.
Pelaksanaan penyidikan melibatkan laboratorium komputer
5. Proses penyidikan dilakukan di dunia nyata
6. Tidak ada penanganan komputer sebagai TKP
7. Dalam proses persidangan, keterangan ahli
tidak menggunakan ahli TI
Kategorisasi cybercrime
1.
Kejahatan dengan kekerasan atau secara potensial
mengandung kekerasan seperti : cyberterrorism ( teroris internet ), assault by
threat ( serangan dengan ancaman ), cyberstalking ( penguntitan di internet )
dan child pornography ( pornografi anak ) .
2.
Kejahatan komputer tanpa kekerasan , meliputi :
cybertrepass ( memasuki jaringan komputer tanpa adanya otorisasi atau wewenang
tapi tidak merusak data di jaringan komputer tersebut ), cybertheftau pencurian
dengan komputer atau jaringan ),cyberfraud ( penipuan di internet ),destructive
cybercrime ( kegiatan yang mengganggu jaringan pelayanan ) dan other nonviolent
cybecrime
SEMOGA BERMANFAAT